MENGENAL CERITA SILAT
(Tjerita Silat/Tjersil)
Mungkin banyak dari
generasi muda sekarang ini yang tidak mengenal Cerita Silat (Cersil) dalam
bentuk aslinya. Bahkan ada yang belum
pernah mendengarnya sama sekali. Namun, pada masanya dulu, Cerita silat pernah
mengalami masa kejayaannya.
Cerita Silat merupakan
sebuah fenomena yang unik dalam sejarah sastra Indonesia. Unik, menarik, penuh
dengan unsur-unsur perjuangan, dan romantisme kisah hidup tokoh-tokohnya,
sehingga sangat digemari di Tanah Air kita ini.
Cerita silat di Indonesia
merupakan genre novel cerita bersambung yang dulu sangat digemari dan
ditunggu-tunggu kehadirannya oleh para pembaca. Para pengarangnya sangat cerdas
dalam menghadirkan cerita yang menarik dan mendidik. Banyak filosofi tentang
kepahlawanan, perjuangan hidup, dan kegigihan dalam membela kebenaran dan
keadilan.
Karena unsur-unsur
tersebut, maka cerita silat dapat dianggap sebagai sastra yang sangat
bermanfaat dan patut dilestarikan, karena dapat menanamkan jiwa kepahlawanan,
membentuk karakter berartabat, dan kegigihan dalam menghadapi perjuangan hidup
bagi para pembacanya.
Bahkan banyak juga para
tokoh di negeri ini yang mengakui bahwa keberhasilannya dalam bisnis, kehidupan
dan bahkan terjun ke dalam dunia politik berbekal filosofi dari kisah-kisah
cerita silat yang pernah dibacanya sewaktu masih muda dahulu.
BERBEKAL KHO PING HO,
BERLAGA DI SENAYAN
Ada seorang tokoh politik
di Indonesia yang sangat terkenal, yang mengakui dalam sebuah majalah, bahwa ia
sangat terkesan dengan kisah sebuah cerita silat karya Asmaraman Kho Ping Ho,
dimana Cerita silat tersebut menggambarkan tentang bagaimana kegigihan dan
kesungguhan seorang murid perguruan silat yang mempelajari sebuah jurus dari
Suhunya.
Dengan kegigihan dan
kesungguhan, akhirnya sang murid berhasil mempelajari jurus yang hebat sehingga
dapat menumpas angkara murka. Sehebat apa pun angkara murka itu. Cerita ini
sangat membekas dan tak terlupakan sampai sekarang, ketika ia terjun ke politik
dan berlaga di Senayan.
ASAL-USUL CERITA SILAT
Akar kata Cerita Silat berasal
dari kata “wuxia” dalam bahasa Mandarin. Karakter pertama yaitu “wu” merupakan
sebuah kata yang memiliki arti ilmu militer, kemampuan silat, atau ilmu perang.
Karakter kedua “xia”
memiliki pengertian tentang seorang yang jujur, menepati kata-katanya, efektif
dalam bertindak, teguh pendiriannya, dan rela berkorban untuk menegakkan sebuah
kebenaran.
Dengan demikian kata
“wuxia” dapat diartikan sebagai “pendekar persilatan” atau “kisah-kisah
kepahlawanan.”
MASA KEJAYAAN CERITA SILAT
Gelombang cerita silat
melanda seluruh kawasan Asia dimulai oleh dua orang penulis cerita silat yaitu
Liang Yu Sheng dan Jin Yong dari Hongkong pada pertengahan tahun 1950-an.
Dari tangan Liang Yu Sheng
lahir banyak Cerita Silat yang sangat populer dan terkenal diantaranya seperti:
·
“The Legend Of Dragon and Snake (1954),
·
The Return Of The Sword (1959),
·
Seven Sword From Heaven Mountain (1956),
dll
Dari tangan Jin Yong lahir
banyak cerita silat yang sukses juga dipasaran. Beberapa yang sangat terkenal
diantaranya adalah:
·
“Legend Of The Condor Heroes (Pendekar
Pemanah Rajawali, 1957),
·
Flying Fox Of The Snowy Mountain (Rase Terbang
Gunung Salju, 1959),
·
Return Of The Condor Heroes (Kembalinya
Pendekar Rajawali,1959),
·
Heaven Sword and Dragon Sabre (Pedang
Langit dan Golok Naga, 1960), dll
Setelah Liang Yu Sheng dan
Jin Yong berhenti menulis cerita silat, giliran Gu Long maju ke depan
menghadirkan karya-karya yang dapat menghibur para pembaca. Beberapa judul
cerita silat karya Gu Long yang sangat terkenal diantaranya: “Pendekar Empat
Alis, Pendekar Harum, Si Pisau Terbang, dll.”
GELOMBANG CERITA SILAT JUGA MELANDA INDONESIA
Seiring dengan mewabahnya
cerita silat terjemahan dari luar tersebut, di Indonesia sendiri memiliki
seorang penulis cerita silat yang bernama Asmaraman S Kho Ping Ho. Kho Ping Ho
mulai menulis cerita silat pada tahun 1952. Cersil perdananya dimuat di majalah
terbesar di Indonesia saat itu, Star Weekly.
Kho Ping Ho menulis cerita
silat di dasarkan pada pemahamannya akan dunia persilatan yang dikenalnya dari
silat keluarga yang diwariskan Ayahnya sejak ia kecil.
Karya Asmaraman Kho Ping
Ho yang sangat terkenal diantaranya:
·
“Serial Bu Kek Siansu” terdiri dari 17
judul, mulai dari Bu Kek Siansu hingga Pusaka Pulau Es. Setiap judul terdiri
dari 18 sd 62 jilid buku. Dalam serial ini juga terdapat judul Pendekar Super
Sakti yang menjadi karyanya yang paling populer.
Selain judul-judul di
atas, ada banyak karyanya yang juga sangat populer, diantaranya:
·
“Pedang Kayu Harum, Pendekar Budiman”, dll.
Kemudian ada juga kisahnya
yang berlatar Jawa seperti:
·
“Darah Mengalir di Borobudur”,
·
“Badai Laut Selatan.”
·
“Garuda Putih”, dll
Karya-karya Kho Ping Ho
memang unik, karena menggunakan alur/struktur cerita silat (wuxia) dengan
setting tanah Jawa dan karakter tokoh-tokohnya yang juga dari Nusantara. Ini
merupakan hal khusus yang perlu dicatat dalam sejarah sastra Indonesia.
Selama 30 tahun berkarya,
Kho Ping Ho telah menghasilkan lebih dari seratus judul buku. Bayangkan betapa
produktifnya Kho Ping Ho dalam menulis Cerita Silat.
PASANG SURUT CERITA SILAT
Tidak ada pesta yang tak
usai, begitu juga dengan kejayaan cerita silat (cersil) di Indonesia dan juga
dunia. Pada pertengahan tahun 1980-an, perlahan-lahan cerita silat mulai
mengalami kemunduran, surut, dan akhirnya menghilang pada tahun 1990-an.
Cerita silat dalam bentuk
buku, mulai digantikan dengan cerita dan media lain seperti Komik grafis,
video, dan film-film bioskop yang lebih kaya visualisasi.
KEBANGKITAN KEMBALI CERITA
SILAT
Masalah serbuan media lain
seperti televisi, video, VCD, DVD dan internet yang menggeser karya sastra
tertulis, sebenarnya dialami juga oleh semua negara di dunia termasuk di Hongkong,
Taiwan, Singapura, dan China daratan,
namun cerita silat masih tetap berusaha bertahan dan bangkit kembali. Banyak cerita-cerita silat yang kembali
berjaya dan diangkat ke layar lebar, diantaranya:
·
Crouching Tiger Hidden Dragon,
·
Hero,
·
Curse Of The Golden Flower, dan
·
Film Kungfu semacam Ip Man, dll
Bahkan di Indonesia pun
sudah mulai ada upaya untuk membangkitkan kembali kejayaan cerita silat. Hal
ini ditandai dengan lahirnya komunitas-komunitas, baik online maupun kopi darat
dari para penggemarnya.
Sekarang ada juga
kecenderungan orang menyimpan Cersil sebagai sesuatu barang yang bergengsi,
sebagai status symbol, dan bahkan beberapa orang bersedia mengeluarkan kocek
yang cukup besar untuk mengejar barang-barang “langka” ini.
BELAJAR DARI CERSIL UNTUK
MENGUBAH HIDUP
Dewasa ini banyak juga
para pendidik, pengajar, motivator dan penulis buku pengembangan diri yang
menggunakan metafora cerita silat sebagai acuan untuk melakukan transformasi
diri, mengubah diri dari lemah tak berdaya menjadi kuat didaya, dari miskin
menjadi kaya, dari gagal menjadi sukses, dari kekalahan menjadi kemenangan,
dll.
Seperti kata Jansen Sinamo
dalam bukunya 8 ETHOS, dari kisah-kisah cersil ini, kita dapat menemukan satu
lagi ajaran kesuksesan: “Keberhasilan tidak pernah datang dengan sendirinya, orang
senantiasa dituntut bekerja keras penuh semangatuntuk mengembangkan
potensi-potensi yang terkandung dalam dirinya.”
Semoga saja Cerita Silat
(Cersil/Tjersil) dapat segera BANGKIT kembali dan memperkaya wawasan, keilmuan,
dan karakter para pembaca di Tanah Air.
*sumber:
·
Majalah Rimba Hijau, tahun I, edisi 03,
Nopember-Desember 2004
·
Majalah Psikologi Empathy, No.06,
Januari-Februari 2005
·
Cersil Bukan Bacaan Jadul, Chen Wei An,
Ariesta Steleyna Offset, 2007
·
8 Ethos kerja profesional, Jansen H.
Sinamo, Institut Darma Mahardika, Jakarta, Cetakan kelima, Oktober 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar